Ana Christanti, M.Pd. – Ketua Program Studi (Kaprodi) Pendidikan Bahasa Inggris
“Wanita hebat lahir di bulan Desember”, kalimat itu pernah saya baca di promosi online sebuah produk kaos untuk perempuan. Bagi perempuan yang lahir di bulan lain mungkin akan mencibir karena menganggap kalimat itu “lebay”. Tapi kalimat tersebut bisa bisa bermakna lain apabila diasosiasikan dengan sejarah kongres perempuan pertama yang diadakan pada tanggal 22-25 Desember 1928 yang menjadi tonggak sejarah bangkitnya para ibu Indonesia dalam membangun bangsa. Jadi bulan Desember identik dengan perempuan hebat karena sejak peristiwa kongres itu peran seorang ibu dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara selalu diingatkan kembali dalam peringatan Hari Ibu Nasional.
Di tahun ini, tema Hari Ibu Nasional adalah “Perempuan Berdaya, Indonesia Tangguh”. Perempuan berdaya adalah perempuan yang memiliki kekuatan dan tangguh untuk melakukan hal-hal positif. Seorang ibu adalah stabilisator keluarga yang dengan kasih sayang dan tutur kata baik dapat melembutkan hati anak-anaknya. Namun adakalanya seorang ibu juga mampu menjadi seorang yang kuat untuk membantu menopang ekonomi keluarganya. Peringatan hari ibu adalah bentuk penghargaan bagi semua perempuan Indonesia yang sudah berkarya untuk keluarga dan bangsa.
Sebagai sosok yang sangat berperan bagi kelangsungan hidup umat manusia, ibu, menurut umat muslim, mempunyai derajat tiga kali diatas eksistensi seorang ayah. Sosok ibu terkadang mampu menggantikan peran ayah tapi sulit tergantikan oleh sang ayah. Ibu adalah sentral dari pondasi dasar sebuah keluarga yang merupakan awal dari kehidupan generasi selanjutnya. Sehingga, di masa milenial ini, seorang ibu mesti punya bekal dan harus lebih siap dibandingkan anak-anaknya supaya mampu menuntut mereka melewati masanya.
Ibu – ibu jaman now mempunyai tantangan yang berat dalam melaksanakan perannya. Perubahan jaman dan pergeseran nilai budaya menuntut seorang ibu lebih cerdas mencermati perkembangan anak-anaknya. Pola asuh otoriter yang sering diterapkan ibu jaman dulu sudah tidak bisa menjadi satu-satunya cara di masa kini. Ibu, sebagai guru pertama bagi anak, harus dapat menerapkan pola asuh sesuai dengan situasi dan kondisi perilaku anak. Disinilah seorang ibu dituntut untuk menjadi pintar dalam mendidik anak.
Kebutuhan pendidikan anak di era milenial menuntut seorang ibu untuk mempunyai ilmu. Anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena nanti tempatnya juga di dapur dan momong anak sudah tidak berlaku lagi. Membesarkan anak-anak tidak cukup hanya menemani, tapi juga butuh ilmu untuk mendidik dan mengarahkan mereka menjadi generasi berkualitas. Rendahnya pengetahuan seorang ibu dapat menyebabkan permasalahan bagi anak, baik masalah kesehatan maupun pendidikannya.
Seorang perempuan yang pintar tidak hanya ditentukan oleh jenjang pendidikan saja, tapi lebih kepada semangat untuk selalu belajar dan mengembangkan diri sesuai keahliannya. Seorang ibu diharapkan memiliki beberapa kriteria ideal seperti mempunyai pengetahuan agama yang kuat dan memadai untuk diajarkan kepada anak-anaknya, memiliki konsep diri yang utuh, bertanggung jawab, bijak tentang media, dan pembelajar yang tiada henti. Perempuan Indonesia harus menjadi ibu yang dapat diandalkan oleh anak-anaknya.
Kemudahan mendapatkan informasi di abad ini dapat dimanfaatkan oleh para ibu untuk terus mengasah kemampuan diri. Jangan ada lagi kata-kata “Aku gak faham pelajaran anak sekarang”, “Ibu gak bisa membantu mengerjakan PR”, atau “Aduuh, ibu gak ngerti soal itu, nak”. Ketika anak datang untuk meminta bantuan ibunya, di saat itulah seorang ibu harus menunjukkan bahwa dia bisa diandalkan. Tidak ada kata susah apabila ibu-ibu mau meluangkan waktu untuk menggali informasi dari berbagai sumber di internet. Jangan kecewakan anak dengan kata “tidak bisa” karena itu akan melemahkan semangat mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Ajaklah anak untuk berjuang bersama dan bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas sekolah supaya tercipta bounding attachment antara ibu dan anak. Jadikan anak-anak bangga mempunyai ibu seorang “superhero” bagi mereka.
Peran ibu juga jangan sampai dikalahkan oleh benda kotak pipih bernama Gadget. Ibu harus bisa mengendalikan anak-anaknya dalam menggunakan teknologi informasi. Peran ibu sebagai pelindung anak-anaknya tetap melekat dari jaman ke jaman. Ibu milenial memang tidak boleh buta akan teknologi supaya bisa dekat dengan hati sang anak, tetapi juga perlu mencari strategi komunikasi dengan anak yang hari-harinya tidak lepas dari gadget. Disinilah kombinasi pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif perlu diterapkan sesuai kebutuhan pendidikan anak. Pada saat harus mendisiplinkan anak, pola otoriter masih diperlukan. Sedangkan untuk mendekati sang anak, pola demokratis dan permisif dapat dikombinasikan supaya tidak ada jarak antara ibu dan anak. Keterbukaan komunikasi akan meminimalisir permasalahan kenakalan pada anak-anak dan remaja.
Ibu milenial yang sibuk bekerja diluar rumah akan mempunyai tantangan lebih besar dalam memainkan perannya. Ketika tanggung jawab menjaga dan mengurus anak dilimpahkan kepada orang lain, ibu harus dapat mengganti dengan quality time lainnya supaya ikatan kasih sayang ibu dan anak tidak hilang karena kesibukan diluar rumah. Dibutuhkan usaha yang lebih keras dan strategi yang cerdas bagi ibu-ibu karir untuk mendampingi tumbuh kembang ananda. Disini kecerdasan seorang ibu sangat dibutuhkan untuk mengatur ritme pengasuhan anak.
Tidak bisa disangkal lagi bahwa perempuan harus pintar atau punya pengetahuan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Dari seorang ibu yang pintar akan lahir generasi penerus bangsa yang berkualitas. Untuk itu perempuan berdaya perlu terus diupayakan untuk memajukan generasi bangsa Indonesia. Karena ada ungkapan yang menyatakan bahwa “jika ingin membangun sebuah bangsa, maka didik kaum perempuannya. Dan sebaliknya, jika ingin menghancurkan sebuah bangsa, maka rusak pola pendidikan dan metal perempuan yang akan menjadi ibu-ibu bangsa tersebut.” Selamat Hari Ibu Nasional, ayo menjadi ibu-ibu pembelajar!