Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) menggelar Ngaji Interaktif dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-101 Nahdlatul Ulama (NU) yang dipusatkan di Masjid KH Muhammad Hasyim Asy’ari, Komplek Kampus Unusida Lingkar Timur, Sidoarjo, Rabu (31/01/2024).
Kegiatan kali ini diinisiasi oleh Unit Pelaksana Teknis Pengkajian Islam dan Keaswajaan (UPT PIK) Unusida dengan mendatangkan narasumber yang merupakan Dzurriyyah Syaikhona Kholil Bangkalan, KH Makki Nasir yang juga sebagai ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan.
Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris PCNU Sidoarjo H Agus Mahbub Ubaidillah menyampaikan, salah satu kebiasaan dalam bagian ruang organisasi adalah kumpul seperti ini yang menjadi ajang silaturahmi. Dengan adanya silaturahmi ini, juga dapat menambah wawasan, membuka hati dan pikiran untuk menambah ilmu dengan dikemas dengan tausiah keagamaan.
“Tidak semuanya bisa hadir dalam majelis ilmu seperti ini, berarti yang hadir merupakan orang terpilih untuk menambah ilmu kita,” ujarnya.
Ia berharap seluruh Civitas Akademika Unusida sebagai bagian dari PCNU untuk mampu mengaktualisasi tupoksi masing-masing. Mampu melaksanakan tugas dan fungsi di setiap bidangnya.
“Jika kita mampu mengaktualisasikan bersama, maka saya yakin Unusida akan semakin maju. Kami dari PCNU Sidoarjo mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terus bekerja keras dalam rangka memajukan Unusida,” katanya.
Tampak hadir, Sekretaris PCNU Sidoarjo H Agus Mahbub Ubaidillah, Wakil Sekretaris Dodi Dyaudin, Wakil Rektor 2 Unusida Lukman Hakim, Wakil Rektor 3 Unusida Ali Masykuri, Ketua UPT PIK Unusida Gus Arisy Karomy, serta seluruh Civitas Akademika Unusida, mulai dari Dosen, Tendik serta Mahasiswa.
Dalam tausiahnya, Kiai Makki mengatakan bahwa selama ini Syaikhona Kholil lebih dikenal karena kekeramatannya, dengan kisah karomahnya. Jarang sekali muncul karena kehebatan ilmunya. Padahal santri-santrinya menjadi ulama besar di Indonesia, salah satunya yaitu pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama, KH Muhammad Hasyim Asy’ari.
Hal tersebut karena beliau tidak pernah memikirkan dirinya maupun pesantrennya sendiri. Yang dipikirkan hanya santri-santrinya agar membuat pesantren yang besar di daerah masing-masing nantinya.
“Cerita kekeramatan Syaikhona Kholil merupakan bukti dari kewaliannya, Sedangkan beliau juga seorang kiai yang selalu haus akan ilmu dan senang tolong menolong,” ungkapnya.
Banyak karya para ulama yang menggunakan istilah atau simbol kedaerahan tempatnya berdakwah. Sedangkan orang-orang yang membaca simbol atau lafadz dalam buku atau kitab tersebut belum tentu mengerti dengan apa yang disampaikan. Maka hal tersebut menjadi tugas guru dalam mengemasnya sesuai adat di setiap daerah, tanpa mengubah makna yang tersirat di dalamnya.
“Orang yang belajar tanpa guru, maka gurunya adalah setan, kenapa? karena dia hanya membaca simbol (kata), tidak membaca pemikiran pengarangnya. Sehingga menafsirkan sesuai dengan apa yang dibaca, tanpa mengenal pengarangnya,” tuturnya.
Lebih lanjut, kiai Makki menekankan bahwa akademisi NU untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Pentingnya dalam memastikan kebenaran informasi dan memahami asal-usulnya terlebih dahulu.
“Jika pikirannya sudah diisi dengan hal yang tidak dipahami, maka juga akan sulit dalam memahami tindakannya. Hal tersebut juga yang harus diperhatikan dalam berdakwah dengan membuat konten,” terangnya.
Hal penting lain dalam menjaga sanad keilmuan adalah ketika memilih guru dan lingkungan belajarnya. Oleh karena itu, akademisi NU harus juga harus dapat menciptakan sistem belajar baru dengan memperhatikan rujukan dari para ulama.
“Perguruan tinggi tidak hanya mencetak akademisi, tapi juga mampu mencetak seorang ilmuwan. Jadi pemikirannya tidak hanya berkutat sekitar akademik, tetapi dapat mengembangkan ilmunya agar bermanfaat untuk masyarakat,” pungkasnya.
Simak video lengkap Ngaji Interaktif Bersama KH Makki Nasir di Unusida TV
(my)