Selamat Hari Santri dan Mahasantri

Shinta Novitasari

Mendapati makna Hari Santri tahun ini yakni Santri Siaga Jiwa Raga sempat terbesit kebingungan dalam pikiran. Pasalnya, tema itu lebih cocok digunakan untuk suasana atau kondisi peperangan atau kegentingan.

Namun, usai membaca makna sebenarnya yang dilansir dari berbagai pemberitaan ternyata tidak seperti yang saya perkirakan. Ada makna mendalam yang disematkan kepada santri dari tema tersebut.

Dari prespektif perguruan tinggi NU yang mahasiswanya dianalogikan sebagai mahasantri diperlukan penegasan paradigma, karena mahasantri dituntut tidak hanya akhlak mulia tetapi juga ada tuntutan berfikir ilmiah, logis, dan mengedepankan proses pembuktian yang masuk akal berupa riset.

Mahasantri dari pondok pesantren salaf yang belum sempat melakukan penelitian, butuh effort serius karena sebelumnya sumber keilmuan terpusat dari guru, ustad, dan kiai. Beda dengan pesantren modern atau salaf modern yang memiliki program karya ilmiah yang terstandar nasional dan internasional.

Jika Siaga Jiwa dimaknai dengan kesiapan secara akhlak, maka mahasantri menitikberatkan akhlak mengahadapi globalisasi. Siaga Raga pun sama, pemikiran dan tindakan dapat berkolaborasi bahkan siap bersaing dengan para globalis, sekuleris, kapitalis, dan kaum-kaum lain yang bertentangan dengan kultur santri.

Embel-embel Santri menjadi landasan jiwa dan raga dalam menyikapi mereka. Pasalnya, negeri ini terbentuk dari kultur dan jiwa raga para santri yang mendedikasikan diri tanpa pujian atau pengakuan.

Santri dan Mahasantri saat ini fokus menyongsong 1 abad NU. Karena itu ada program bagi Mahasantri untuk  menempuh pendidikan hingga Strata 3. Tak sedikit pula yang menempuh pendidikan di luar negeri dengan berbagai macam kompetensi dengan standarisasi global.

Hari Santri dengan berbagai macam tema menjadi moment untuk mendorong dan menyemangati santri dan mahasantri berkiprah dalam berbagai hal. Ada ungkapan dari Lesbumi NU Sidoarjo yakni Mewarnai Dakwah Islam Nusantara yang berarti ada banyak warna dalam menerapkan Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah di Nusantara.

Warna-warna itu merupakan potensi dan kompetensi yang juga jadi strategi mempertahankan bahkan mengembalikan kultur yang sempat terdisrupsi. Kultur yang semakin terancam menuju keterhapusan oleh perkembangan zaman dan teknologi.

Dalam teori siklus yang dilansir dari buku Pengantar Ringkas Sosiologi (2020) karya Elly M. Setiadi yang menggambarkan bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang sedang berputar. Artinya, perputaran zaman tak dapat dielakkan.

Jika masyarakat mampu merespon tantangan kehidupan dan mampu menyesuaikan diri maka masyarakat itu mengalami perkembangan dan kemajuan. Dan bisa juga sebaliknya.

Para santri telah mengalami berbagai macam pergolakan. Pra perjuangan, proses perjuangan, dan pasca perjuangan yang dilewati dengan selalu menjaga karakter dan jati diri santri.

Saat ini, santri tak cukup dilabeli dengan nama Santri saja. Pasalnya, mereka bertransformasi dan meng-upgrade dirinya dengan label mahasantri, karena memiliki kemampuan lebih dari kemampuan santri biasa. Dengan mulai berkultur riset yang mengarah pada kemandirian ekonomi dengan nama riset preneur namun tetap memiliki spirit religius.

DKV Kenduren di Cafe

Pameran Visualistation kembali digelar program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas NU Sidoarjo (Unusida). Bertempat di Dimithree Cafe Kavling DPR Sidoarjo kegiatan tersebut berlangsung selama 2 hari, 25 hingga 26 September 2021.

Ketua Himpunan Mahasiswa DKV Ari Miftakhusidki menuturkan bahwa pameran itu merupakan yang ke-7 kalinya. “Ini kegiatan rutin akhir semester kami,” tuturnya.

Ada beragam karya yang ditampilkan di Visualistation 7 kali ini. Di antaranya sketsa, animasi, motion graphic, UI dan UX Design, Illustrasi, fotografi, nirmana, dan tipografi.

Tercatat ada sekitar 50 karya yang sudah melewati tahap kurasi oleh dosen kemudian  dipamerkan di Visualistation.

Pameran kali ini, lanjut Ari, mengambil Tema Kenduren, yang berarti berkumpulnya banyak orang yang saling berinteraksi dan menjalin harmonisasi serta mempunyai harapan yang sama.

Sementara itu ketua pelaksana Rama Lazuardi menambahkan, Visualistation kali ini tidak hanya menampilkan karya tapi juga menjalin hubungan dengan lembaga kurator dan seniman Jawa Timur bernama Biennale.

Pada kesempatan tersebut, mereka juga turut mensosialisasikan program gelaran pameran yang akan dilaksanakan.

Rama berharap ada jalin kerja sama antara DKV dengan Biennale supaya bisa menggugah semangat berkesenian mahasiswa dan mendorong usaha kreatif yang ada di Sidoarjo.

Menurut Ketua Program Studi DKV Putra Uji Deva Satrio bahwa masa pandemi mendorong manusia untuk berfikir kreatif. Supaya bisa tetap survive selama masa pandemi.

“Meski mengalami banyak rintangan, membuat event yang kami bikin semakin lebih baik,” pungkas Satrio. (Yoga)

DKV Kenduren di Cafe

Pameran Visualistation kembali digelar program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas NU Sidoarjo (Unusida). Bertempat di Dimithree Cafe Kavling DPR Sidoarjo kegiatan tersebut berlangsung selama 2 hari, 25 hingga 26 September 2021.

Ketua Himpunan Mahasiswa DKV Ari Miftakhusidki menuturkan bahwa pameran itu merupakan yang ke-7 kalinya. “Ini kegiatan rutin akhir semester kami,” tuturnya.

Ada beragam karya yang ditampilkan di Visualistation 7 kali ini. Di antaranya sketsa, animasi, motion graphic, UI dan UX Design, Illustrasi, fotografi, nirmana, dan tipografi.

Tercatat ada sekitar 50 karya yang sudah melewati tahap kurasi oleh dosen kemudian  dipamerkan di Visualistation.

Pameran kali ini, lanjut Ari, mengambil Tema Kenduren, yang berarti berkumpulnya banyak orang yang saling berinteraksi dan menjalin harmonisasi serta mempunyai harapan yang sama.

Sementara itu ketua pelaksana Rama Lazuardi menambahkan, Visualistation kali ini tidak hanya menampilkan karya tapi juga menjalin hubungan dengan lembaga kurator dan seniman Jawa Timur bernama Biennale.

Pada kesempatan tersebut, mereka juga turut mensosialisasikan program gelaran pameran yang akan dilaksanakan.

Rama berharap ada jalin kerja sama antara DKV dengan Biennale supaya bisa menggugah semangat berkesenian mahasiswa dan mendorong usaha kreatif yang ada di Sidoarjo.

Menurut Ketua Program Studi DKV Putra Uji Deva Satrio bahwa masa pandemi mendorong manusia untuk berfikir kreatif. Supaya bisa tetap survive selama masa pandemi.

“Meski mengalami banyak rintangan, membuat event yang kami bikin semakin lebih baik,” pungkas Satrio. (Yoga)

Komunitas Dorong Keinginan Berkuliah

Mega Firdaus

Pendidikan tinggi berperan untuk mengakselerasi kualitas kehidupan negara, bangsa, dan masyarakat. Institusi pendidikan tinggi menjalankan misi Tridharma Pendidikan Tinggi yang meliputi penelitian, pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat untuk mencapai tujuan pendidikan. Eksistensi pendidikan tinggi diharapkan dapat mengembangkan potensi mahasiswa menjadi manusia yang berilmu, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Propinsi Jawa Timur memberikan kontribusi signifikan pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yaitu 14,92% dari PDB Nasional. Tetapi propinsi Jawa Timur menghadapi permasalahan dalam bidang pendidikan. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan bahwa ada masalah rendahnya jumlah peserta didik Jawa Timur yang meneruskan studi dari strata menengah atas ke strata pendidikan tinggi.

Hanya sekitar 20 persen lulusan SMK dan 32,3 persen lulusan SMA yang meneruskan studi ke jenjang pendidikan tinggi. Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi di Jawa Timur pada tahun 2020 sebesar 29,52 persen.

Rendahnya APK pendidikan tinggi di Propinsi Jawa Timur berimplikasi merugikan daerah dan kerugian secara nasional. Karena berimplikasi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Jawa Timur yang berada pada peringkat ke-15 dari 32 propinsi di Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, program, dan fasilitas untuk meningkatkan APK pendidikan tinggi di nusantara termasuk di Provinsi Jawa Timur. Namun, upaya pemerintah tersebut dianggap kurang berhasil dalam meningkatkan APK perguruan tinggi.

Siswa Indonesia Ayo Pergi Kuliah atau disingkat dengan SIAP KULIAH merupakan gerakan perubahan sosial berbasis komunitas untuk mentransformasikan pola pikir peserta didik dan lingkungan di Provinsi Jawa Timur agar berkemauan dan tergerak untuk kuliah. SIAP KULIAH menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA) untuk mengidentifikasi apa saja penyebab utama kasus siswa SMA sederajat tidak melanjutkan studi ke pendidikan tinggi.

Hasil studi literature memperlihatkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa tidak melanjutkan edukasi ke jenjang pendidikan tinggi yaitu faktor ekonomi, lingkungan, keinginan langsung bekerja, dan pandangan negatif bagi lulusan perguruan tinggi.

SIAP Kuliah menerapkan dua teknik NLP yaitu teknik afirmasi diri dan teknik visualisasi diri. SIAP Kuliah juga bekerjasama dengan berbagai elemen mitra menggunakan konsep Pentahelix Stakeholder.

Gerakan perubahan sosial berbasis komunitas itu bertujuan untuk mentransformasi pola pikir siswa di Propinsi Jawa Timur agar berkemauan untuk kuliah. Sehingga, tujuan pendidikan untuk memajukan dan mensejahterahkan bangsa Indonesia dapat tercapai.

Gerakan tersebut dirasa mudah dilakukan karena menjangkau masyarakat komunitas yang terbatas jumlah dan luasnya. Selain itu terbuka untuk memberi penjelasan secara interpersonal tentang manfaat dan peluang lulusan perguruan tinggi.

Penulis adalah peraih Terbaik Jawa Timur Pilmapres 2021

Ana Christanti Bekali KKG ANBK

Jelang dilaksanakannya Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) Kelompok Kerja Guru (KKG) Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Candi menggelar webinar sarasehan pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

Kegiatan tersebut melibatkan dosen Universitas NU Sidoarjo (Unusida) Ana Christanti sebagai pemateri. Dosen itu berasal dari program studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Ana menjelaskan, sebelum menjalankan ANBK dan AKM guru-guru harus diberikan wawasan atau pengetahuan tentang konsep asesmen nasional. “Jelang ANBK guru harus memahami berbagi hal tentang itu,” jelasnya, Sabtu, 2 Oktober 2021 di kampus Unusida.

Kegiatan yang bertema Peran Guru dalam Menyiapkan Asesmen Kompetensi Minimum itu diikuti sekitar 50 guru-guru naungan KKG Candi. Kegiatan tersebut jadi bagian dalam program upgrading kompetensi keguruan di Ma’arif NU Candi.

FKIP dan Ma’arif NU Sidoarjo telah menjalin kerja sama dalam bidang peningkatan kompetensi keguruan. Kegiatan kongkritnya berupa pelatihan dan pendamping materi pembelajaran di sekolah-sekolah.

Ingin Ciptakan Industri Game di Sidoarjo, Filkom Unusida Gelar Workshop Gratis

Dalam rangka menciptakan iklim industri software atau aplikasi game di Sidoarjo dan Jawa Timur Fakultas Ilmu Komputer (Filkom) Universitas NU Sidoarjo (Unusida) menggelar workshop Cara Mudah Membuat Game Pertamamu dalam Waktu 2 Jam.

Pemateri workshop yang juga dosen Unusida Arda Surya Aditya menjelaskan, keinginan Sidoarjo menjadi smart city harus ditunjang dengan penciptaan peluang usaha dalam bidang teknologi. Salah satunya dengan memperbanyak pelatihan-pelatihan.

“Kemarin itu diarahkan untuk pembuatan game, supaya warga atau anak-anak Sidoarjo ada yang bisa menciptakan  game yang kemudian dijual,” jelas Arda, Sabtu 2 Oktober 2021 di kampus Unusida.

Dalam workshop tersebut para peserta diajarkan cara membuat game Angry Bird dengan menggunakan aplikasi Construct 2. Para pesertanya pun diwajibkan menyelesaikan game dalam waktu 2 jam.

Workshop kali ini dilaksanakan secara online dan menariknya tak sedikit peserta dari berbagai daerah. Mereka juga tidak terbatas usia dan profesinya. “Ada mahasiswa, dosen, pekerja swasta, anak sekolah, dan lain-lain,” pungkas Arda.

Kagiatan semacam itu merupakan agenda rutin fakutas yang juga jadi bagian dalam program pengabdian kepada masyarakat. Dalam 1 tahun dilaksanakan 5 kali dan tidak dipungut biaya. Pasalnya, pihak fakultas ingin menampung dan mengembangkan potensi dan passion masyarakat terutama generasi muda dalam memanfaatkan perangkat elektronik untuk kegiatan yang lebih bermanfaat.

Mahasiswa UNU Mewarisi Keilmuan Pendiri Bangsa

Oleh A. Mun’im DZ (Wasekjen PBNU)

Unusida tidak hanya berdiri sebagai kampus, tetapi juga sebagai wujud dan bukti NU yang tidak hanya bisa bertahan tetapi juga bisa berkembang. Jika menoleh pada sejarah, hingga kini NU telah membuktikan diri bertahan dari perubahan dan tekanan zaman.

Sebelum kemerdekaan, NU telah berhadapan dengan penjajah dan telah terbukti tanpa pamrih berbakti untuk negeri. Setelah kemerdekaan, NU juga berhadapan dengan kelompok Islam eksklusif yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam.

Tak cukup itu saja, pemberontakan PKI juga menjadi bagian dari perjuangan NU yang telah merenggut nyawa tak hanya warga, santri, bahkan kiai yang juga menjadi sasaran penumpasan. Di tambah lagi saat Orde Baru berkuasa yang tak memberi ruang dan kesempatan NU berkiprah dan berkarya apalagi terlibat dalam pembuatan atau pembahasan kebijakan.

Namun, Orde Baru memberi pelajaran berharga bagi NU tentang cara berkhitmat, berhitung, dan memanfaatkan momentum jika nantinya mendapatkan kesempatan. Terbukti setelah memasuki Orde Reformasi NU menampakkan diri dengan kedikdayaannya, salah satu contoh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menduduki kursi pimpinan tertinggi NKRI.

Meski tak berlangsung lama, Gus Dur telah menginspirasi banyak orang, terutama generasi NU, bahwa Nahdliyin diakui tak hanya oleh masyarakat nasional tetapi juga masyarakat dunia. Mulai dari pemikiran, hingga standarisasi kehidupan berbangsa dan bernegara -tak terkecuali berpolitik.

Reformasi juga memberikan kesempatan NU berkiprah di tingkat internasional dengan pemikiran rahmatan lil alamin-nya. Hingga hari ini lebih dari 60 negara merasakan kehadiran NU melalui Pengurus Cabang Istimewa.

Tak terkecuali di negara-negara konflik seperti Afganistan, yang kini dikuasai oleh Taliban. Hubungan dengan Taliban dimulai saat pembebasan 21 warga negara Korea Selatan yang disandra waktu itu.

Di antara kebuntuhan negara-negara termasuk PBB membebaskan tawanan itu, NU hadir bernegoisasi, dan berdiskusi tentang membangun sebuah negara dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Alhasil, hal itupun diterima dan berhasil membebaskan para tawanan.

Tak cukup itu saja, kerja sama keilmuan juga dijalin demi mencetak kader-kader yang tak hanya militan keilmuan tetapi juga militan menjaga tradisi dan warisan para pendahulu. Seperti Komite Hijaz berjuang mempertahankan situs penting Islam yang hingga saat ini bisa dinikmati oleh umat seluruh dunia.

Masuk di Universitas NU para mahasiswa akan mendapatkan kesempatan mencari ilmu, mendapatkan keberkahan, bisa melanjutkan perjuangan para pendahulu yang sudah diakui secara nasional, internasional, hingga di kehidupan akhirat kelak bertemu Sang Maestro Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW.

Semoga Unusida dilimpahkan keberkahan dalam mengantarkan anak-anak menjemput masa depan kebermanfaatan umat dan masyarakat.

Unusida Bikin Prof. Mas’ud Baper

Pekan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas NU Sidoarjo (Unusida) tingkat universitas ditutup dengan orasi ilmiah Prof. M. Mas’ud Said. Dalam orasinya ia menyampaikan peluang mahasiswa jika mereka rajin dan tekun mencari ilmu.

“Siapa yang mengira saya pernah manjadi staf kepresidenan. Saat ini saya juga dipercaya menjadi komisaris Bank Jatim oleh ibu gubernur,” tegas Mas’ud.

Ia menambahkan, selama menjadi staf khusus kepresidenan tak sedikit kader maupun warga NU menempati posisi penting di pemerintahan. Hal itu menunjukkan bahwa warga dan generasi NU mulai ada ketertarikan menempati sektor pengambil kebijakan.

“Waktu di staf khusus saya banyak melihat orang tahlilan, yasinan, puasa Senin dan Kamis di kantor-kantor,” ungkapnya.

Maka dari itu, lanjutnya, mahasiswa Unusida harus mempersiapkan diri bersaing dan berprestasi dengan kader-kader di luar NU. Dan hal itu telah ditunjukkan oleh Mega Firdaus yang membuktikan diri menjadi yang terbaik di Jawa Timur dan masuk 15 Finalis di Pilmapres Nasional.

Namun, sebagai seorang anak mahasiswa harus tetap berbakti kepada orangtua. Pasalnya, setiap hal istimewa yang muncul dalam kehidupan seorang anak ada peran orangtua.

“Saya sering melihat ibu saya pegang tasbih, dan mendoakan saya,” tegas Mas’ud.

Melihat kondisi Unusida saat ini Ketua Dewan Penyantun Unusida itu teringat 10 tahun lalu bersama K.H. Abdi Manaf ketua PCNU lama yang sekaligus penggagas Unusida. Kampus NU di Sidoarjo menjadi cita-cita pengurus NU waktu itu yang kemudian diwujudkan bersama-sama dengan pengurus Maarif.

Sehingga menjadi kewajiban bagi warga NU khususnya di Sidoarjo menguliahkan anaknya di Unusida. Hal itu pula yang mendorong Mas’ud bersemangat mengabdi dan mengembang kampus yang terletak di Lingkar Timur itu.

“Unusida ini bikin saya baper,” tegasnya, Selasa 21 September 2021 di Hall Rohmatul Ummah.

Pelaksanaan PKKMB tahun ini dilaksanakan secara online dan offline. Untuk Offline dilakukan secara bergelombang dengan menerapkan protokol kesehatan. Kegiatan tersebut diikuti oleh sekitar 633 mahasiswa baru.

Jumlah tersebut diperkirakan mengalami penambahan karena penerimaan pendaftaran masih dibuka. Selain itu ada data dari pihak penerimaan mahasiswa yang belum masuk ke panitia PKKMB.

Santri Kampus Merdeka

Oleh Aries Izzudin

Alumni MQ dan Dosen Universitas NU Sidoarjo

Kaum santri lahir bersamaan dengan kemunculan pesantren di Nusantara yang berarti telah ada sejak sekitar abad ke-16. Dunia kaum santri tidak hanya berkutat pada pesantren dan kitab kuning. Pada masa kolonialisme, kaum santri juga ikut mengangkat senjata merebut kemerdekaan, menjadi motor perjuangan, bahkan terlibat dalam merumuskan dasar negara.

Keterlibatan Santri dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menabuh genderang jihad melawan penjajahan tidak boleh dinafikan. Bahkan dalam sejarahnya, keberadaan santri di pesantren-pesantren yang ada di seluruh penjuru negeri digambarkan sebagai tembok baja atau benteng yang kokoh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tidak cukup sampai disitu, dari pesantren-pesantren inilah muncul perlawanan-perlawanan karena lahir para pemberani yang rela mati demi negaranya. Bahkan tak terhitung berapa juta santri yang merelakan nyawanya untuk mempertahankan negara,  sebelum maupun sesudah kemerdekaan.

Pada 1821-1837, Tuanku Imam Bonjol memimpin pergerakan kaum Paderi, Minangkabau. Di Aceh, Islam menjadi ruh penggerak utama untuk melawan kolonial. Aceh baru berhasil ditaklukkan setelah Belanda menyusupkan Snouck Hurgronje.

Sedangkan di Jawa, catatan perjuangan kaum santri tak ada henti-hentinya. Mulai dari pertempuran Fatahillah melawan Portugis, Perang Jawa (1925-1930) yang dipimpin Pangeran Diponegoro, pemberontakan petani Banten 1888, hingga Resolusi Jihad Oktober 1945.

Tak terhitung jumlah tokoh pergerakan santri ini gugur sebagai syuhada. Untuk mengenang jasa para pejuang itu pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar pahlawan kepada mereka -meskipun tidak sedikitpun penghargaan itu diharapkan.

Perjuangan kaum santri dalam merebut kemerdekaan dari penindasan kaum penjajah adalah wujud independensi kaum santri. Mereka tidak bisa didikte oleh penjajah, mengesampingkan janji-janji manis yang diberikan oleh Belanda berupa jabatan-jabatan strategis, partner dagang maupun kesempatan belajar di sekolah-sekolah buatan Belanda. Mereka berpendapat bahwa bangsa ini tidak bisa didikte oleh kekuatan kaum penjajah dan harus bebas dari belenggu penjajah, dengan demikian harus dilawan dengan segala kekuatan yang ada, fisik maupun pemikiran.

Setelah berjuang merebut kemerdekaan dari penjajah, sebagaimana yang disampaikan KH Saifuddin Zuhri dalam buku autobiografinya “Guruku Orang-orang dari Pesantren” kaum santri kembali ke habitatnya masing-masing melanjutkan perannya di masyarakat, ada yang meleburkan diri ke dalam TNI, adapun sisanya yang tersebar untuk kembali ke pondok pesantren.

Kembali mendirikan pesantren serta mengajar dan menjadi kiai. Santri yang ingin jadi fashion creator kembali dan membuka lapak Taylor, yang hair stylies kembali memegangi kepala, dan yang ustadz kembali ke madrasahnya masing-masing.

Mereka puas telah menyumbangkan sesuatu kepada tanah air ini, kepada negara ini, di saat yang paling sulit, dan di saat nyawa menjadi taruhannya. Tetap bersyukur bahwa Allah melindungi mereka. Harapan mereka cuma satu, semoga amalnya diterima Allah sebagai amal yang saleh.

Santri yang sudah menjadi kiai dan mendirikan pesantren, sifat pesantren pada umumnya sangat mandiri, tidak sepenuhnya tergantung kepada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Karena sifat mandirinya itu, pesantren bisa memegang teguh kemurnian lembaga pendidikan Islam.

Karena itu, pesantren tidak mudah disusupi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan spirit dunia santri. Tetap independen sekalipun kerap kali diterpa berbagai godaan yang terkadang mengancam akar budaya pesantren.

Pendidikan pondok pesantren juga jadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki 3 unsur utama, yaitu: 1) Kiai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri; 2) Kurikulum pondok pesantren; dan 3) Sarana peribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah kiai, dan pondok, serta sebagian madrasah dan bengkel-bengkel keterampilan. Kegiatannya terangkum dalam Tridarma Pondok pesantren: Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT; 2) Pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara.

Ciri khas pesantren semenjak dulu yang menjadikan daya pikat masyarakat adalah kesederhanaan, kemandirian, kebersamaan, keikhlasan, kepatuhan kepada guru, kepatuhan kepada nilai-nilai moral, dan akhlak, kesalehan invidual maupun kesalehan sosial dan lain sebagainya. Ternyata sistem ini sangat efektif untuk mendidik dan menciptakan  generasi Islam yang independen.

Berbagai unsur di atas merupakan bekal yang menjadikan pesantren sebagai lembaga yang mandiri dan santrinya mantab dengan independensi yang kuat.

Perkembangan pendidikan pondok pesantren pada periode Orde Baru seakan tenggelam eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada kepentingan umat Islam terutama dunia santri. Presiden Soeharto juga pernah menawarkan RUU Pesantren kepada Nahdlatul Ulama, namun Ketua Fraksi PPP yang saat itu diketuai oleh K.H. Bisyri Syamsuri menolak. Salah satu pendiri NU itu khawatir independensi pesantren akan terganggu dengan RUU Pesantren.

Meskipun berbagai macam perundang-undangan tentang pesantren mencoba untuk dibuat, para santri yang sudah menjadi kiai tetap pada independensinya terus membangun lembaga pendidikan dengan segala kemampuan yang dimiliki.

Banyak alumni pesantren yang mendirikan pesantren maupun madrasah atau sekolah atas dana swadaya masyarakat dan usaha kiai. Lembaga-lembaga tersebut eksis hingga kini dan sangat mempengaruhi kecerdasan hidup berbangsa dan bernegara.

Kemandirian dan kesederhanaan pesantren tidak boleh terganggu. Pesantren harus dijaga independensinya meskipun suatu saat nanti ada undang-undang yang mengatur pesantren.

Independensi santri juga tampak dalam bidang ekonomi. Santri yang umumnya bekerja di sektor non formal semakin leluasa bergerak dan menebarkan pengaruh nilai-nilai pesantren di masyarakat karena tidak ada kepentingan apapun yang menyertai. Dengan sangat leluasa mempengaruhi pola hidup masyarakat supaya agamis, berbudi pekerti serta menjadikan warga negara yang baik.

Zaman sudah berubah setelah reformasi 1997 bergulir, peran kaum santri semakin meluas, tidak hanya menjadi kiai dan mendirikan pesantren maupun madrasah. Santri sudah menguasai berbagai posisi strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada zaman orde baru kaum santri terutama yang mempunyai latar belakang keluarga Nahdlatul Ulama sangat sulit untuk menjadi aparatur sipil negara (asn) namun kini kesempatan itu ada.

Banyak juga santri berkiprah di dunia politik. Mereka juga ada yang menduduki jabatan penting di lembaga tinggi negara, mulai eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Akses belajar di perguruan tinggi juga sudah begitu mudah, para santri kini mempunyai beragam profesi yang linier dengan kompetensi dan passion-nya. Tak sedikit pula yang mengambil peran menjadi arsitektur, pengusaha, hakim, dosen, Polisi, TNI, komedian, penyanyi hingga programer, dan berbagai profesi yang dahulu seolah tidak mungkin dimiliki santri sebelum era reformasi.

Dengan beragamnya profesi yang dimiliki, mereka tetap dituntut untuk bisa menjaga independensinya di manapun dan kapanpun. Mereka berkewajiban menjaga karakter santri yakni sebagai muslim yang berakhlakul karimah.

Santri yang merdeka adalah santri yang tidak terpengaruh oleh godaan dan tidak bisa dipengaruhi oleh niat dan perbuatan buruk siapapun. Tak terombang-ambing oleh perubahan zaman. Tetap teguh pendirian sebagai santri untuk menebarkan Islam Rahmatal lil Alamin demi kemaslahatan umat.

Pemkab dan Unusida Gelar Vaksinasi Bersama

Dalam rangka turut serta mempersiapkan pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah, pemerintah kabupaten Sidoarjo, Universitas NU Sidoarjo (Unusida), dan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unusida menggelar penyuntikan 1000 dosis 1 vaksin Sinovac.

Ketua panitia yang juga merupakan ketua IKA Unusida Rifaul Doni menjelaskan, menurunnya angka penyebaran Covid-19 harus dimanfaatkan dengan memberikan vaksin secara masal kepada peserta didik. “Saat ini zona penyebaran sudah mulai menurun. Anak-anak sudah banyak yang ingin kembali ke sekolah,” jelas Doni, Kamis, (9/9/2021) di Hall KBIH Rohmatul Ummah Sidoarjo.

Program vaksinasi, lanjut Doni, jadi harapan keberhasilan pendidikan yang ada di lembaga-lembaga pendidikan. Karena itu pihaknya bersama pemerintah dan Unusida memfasilitasi pemberian vaksin kepada pelajar, mahasiswa, dan calon mahasiswa Unusida.

Dikarenakan terbatasnya jumlah vaksin, maka pihak panitia menunjuk dan mengundang pesertanya. Yang mendapatkan undangan vaksinasi yakni SMK Plus NU, santri pondok pesantren Alhidayah, SMA Islam, MA Wali Songo, dan SMK Diponegoro. Adapun keluarga dosen dan karyawan Unusida.

Doni berharap, kerja sama tersebut tidak berakhir pada program itu saja. Pasalnya, masih banyak lembaga pendidikan yang belum menerima dan membutuhkan vaksinasi.

Di tempat yang sama Wakil Rektor 1 Unusida Hadi Ismanto mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi para alumni yang tergabung dalam IKA Unusida. Hal itu menjadi wujud bahwa mereka masih menjadi bagian dari Unusida.

“Mewakili kampus kami bangga dan berterima kasih kepada alumni. Ini bagian dari pengabdian kepada masyarakat yang kami wujudkan bersama para lulusan,” ungkap Hadi.