Gagasan dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo

Sejarah Sumpah Pemuda (Foto: Ilustrasi)

Bersatu dalam Bingkai NKRI: Refleksi Sumpah Pemuda di Era VUCA

Momentum Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober menjadi satu tonggak utama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Ikrar kebangsaan tersebut  mencerminkan semangat persatuan dan solidaritas di kalangan pemuda, yang menjadi landasan bagi perjuangan bangsa untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan.

Bangsa Indonesia merupakan negara yang majemuk, terdapat banyak suku, ras, budaya, serta agama di dalamnya. Di tengah keberagaman itu, persatuan menjadi kunci untuk menciptakan suasana yang harmonis sehingga dapat saling menghormati dan memahami antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, pentingnya peran pemuda saat ini sangat diharapkan dalam menjaga persaudaraan dan persatuan antar sesama.

Kita saat ini memasuki era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang banyak mempengaruhi banyak sendi-sendi kehidupan, khususnya di kalangan pemuda. Pengaruh modernitas dan perkembangan teknologi yang mendorong perubahan seseorang dari segi kesehatan mental, gaya hidup serta pengambilan keputusan yang lebih kompleks.

Situasi atau kondisi sulit dianalisis, ditanggapi, atau direncanakan menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk memahami dinamika yang kompleks di dunia saat ini. Seperti perubahan yang cepat, ketidakpastian karir, kompleksitas informasi, tuntutan keterampilan baru, kesehatan mental, ketidakstabilan sosial serta toleransi terhadap perbedaan yang perlu dihadapi dengan ketangguhan dan kreativitas.

Menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey, 15,5 juta (34,9 persen) remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta (5,5 persen) remaja mengalami gangguan mental. Dari jumlah itu, baru 2,6 persen yang mengakses layanan konseling, baik emosi maupun perilaku.

Selain itu, jumlah Gen Z yang  jumlahnya mencapai 27,94% dari total penduduk, atau 74,93 juta jiwa Indonesia juga cenderung rendah dalam melaporkan masalah tentang kesehatan mental jika dibandingkan dengan generasi lainnya.

Banyak ketidakpastian tersebut dapat menimbulkan ancaman berupa polarisasi sosial, pengaruh globalisasi, disinformasi di media sosial, hingga krisis kesehatan mental dan lingkungan. Seperti halnya kasus mahasiswa di Yogyakarta yang bunuh diri akibat masalah psikologi. Oleh karena itu, masalah kesehatan mental di kalangan pemuda saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

Menyikapi hal tersebut, penting untuk memperkuat nilai-nilai lokal sambil tetap terbuka terhadap inovasi dan pengaruh global. Nilai-nilai Sumpah Pemuda masih dianggap relevan di era VUCA saat ini karena dapat memberikan landasan moral dan identitas kolektif terhadap generasi muda di tengah perubahan global yang cepat dan tidak pasti.

Pentingnya mengajarkan persatuan, identitas nasional, kolaborasi lintas budaya, dan kebhinnekaan dalam menghadapi ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas global. Nilai-nilai ini menjadi fondasi kuat bagi pemuda saat ini untuk tetap kokoh menghadapi berbagai tantangan modern sambil tetap menjaga identitas dan integritas sebagai bangsa.

Semangat sumpah pemuda dan kebangsaan dapat dipadukan karena memiliki hubungan yang erat dan saling melengkapi. Sumpah pemuda seolah menjadi identitas nasional, bahasa pemersatu, simbol persatuan dan kesatuan, pembelajaran perjuangan untuk kemerdekaan, kepemudaan sebagai agen perubahan, serta memupuk nilai toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman.

Peran pemuda saat ini dalam memaknai semangat sumpah pemuda adalah dengan menumbuhkan jiwa saling berkolaborasi melalui ruang dialog yang inklusif, proyek kolaboratif, pertukaran budaya, pemanfaatan teknologi, serta pelatihan keterampilan kerja sama tim. Jadi. Pemuda saat ini harus lebih banyak bersosialisasi dengan menjalin komunikasi antara berbagai lapisan masyarakat.

Selain itu, pentingnya mendorong organisasi pemuda dan kebijakan pemerintah terkait yang mendukung dapat memberikan struktur dan peluang nyata bagi pemuda untuk bekerja sama dan berinovasi. Dengan kolaborasi ini, pemuda tidak hanya akan belajar menghargai keberagaman, tetapi juga menciptakan dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat luas.

Generasi muda adalah aset masa depan bangsa, dan peran mereka dalam menguatkan persatuan nasional sangat krusial. Oleh karena itu, dalam momentum peringatan Sumpah Pemuda saat ini, mari bersatu, gotong royong dan saling berkolaborasi untuk kepentingan bersama. Generasi Z dan Alpha dapat agen persatuan dan pembawa perubahan positif bagi masa depan.

 

(my)

Wakil Rektor 3 Unusida, H Ali Masykuri (Foto: Humas Unusida)

Jaga Demokrasi Sesuai Kapasitas dan Tugas Masing-Masing

Wakil Rektor 3 Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida), H Ali Masykuri menekankan agar akademisi Nahdlatul Ulama (NU) harus mengambil sikap akan polemik revisi Rancangan Undang – Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang sebelumnya akan disahkan dalam rapat paripurna DPR di Jakarta.

“Akademisi NU, Mahasiswa dan Dosen harus mengambil sikap untuk menjaga demokrasi saat ini. Yaitu dengan sesuai dengan kapasitas dan tugas masing-masing,” katanya, Jumat (23/08/2024).

Ia sangat mengapresiasi sikap mahasiswa NU yang tergabung dalam aliansi pemuda Sidoarjo yang hari ini menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Sidoarjo. Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari demokrasi di mana rakyat dapat bertindak untuk menyampaikan aspirasi.

“Tidak hanya akademisi NU, semua elemen masyarakat harus bersikap, jangan diam ketika demokrasi kita sedang terancam,” tegasnya

Diketahui, Rapat paripurna DRR RI untuk mengesahkan RUU Pilkada tersebut seyogyakan digelar pada Kamis (22/08/2024), akan tetapi batal digelar karena tidak memenuhi kuorum. RUU tersebut menimbulkan polemik karena menganulir putusan MK sebelumnya.

“Kondisi hari ini jauh lebih kondusif daripada kemarin, setelah ada sikap dari pimpinan DPR,” imbuhnya.

Akan tetapi, ia menghimbau kepada masyarakat agar terus mengawal UU Pilkada yang bermasalah karena mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dibacakan oleh Mahkamah pada Selasa (20/08/2024) lalu.

Menurutnya pemerintah dan DPR masih mempunyai celah bersiasat untuk memuluskan agenda dan kepentingan mereka dalam Pilkada 2024. Sebab dikhawatirkan mereka masih mencoba mencari cara buat menganulir putusan MK yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang dapat menguntungkan beberapa kelompok saja.

“Masyarakat yang juga memiliki sebagai pengawas pemerintahan harus mengawal setiap kebijakan baru, hal ini untuk menjaga kondusifitas negara dan jalanya sistem demokrasi,” jelas Wakil Sekretaris PCNU Sidoarjo tersebut.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa warga NU harus senantiasa memperhatikan norma-norma agama dan negara dalam mengambil sikap dan menyampaikan aspirasi.

Ketum PBNU sudah menyampaikan bahwa sikap masyarakat hari ini merupakan bagian demokrasi. Oleh karena itu, pihaknya sangat mengapresiasi aksi-aksi dalam menyampaikan aspirasi saat ini.

“Tetap jaga almamater dan jaga kekondusifan saat menyampaikan aspirasi, tidak anarkis dan merusak fasilitas umum yang dapat meresahkan masyarakat,” pungkasnya.

 

(my)

 

Satu Dekade UNUSIDA: Menjamiyahkan Pendidikan Tinggi NU

Oleh: Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I. (Sekretaris Badan Pelaksana Penyelenggara (BPP) Unusida dan Ketua PC ISNU Sidoarjo)

Dilansir dari: https://isnusidoarjo.org/2024/07/satu-dekade-unusida-menjamiyahkan-pendidikan-tinggi-nu/

Tanggal 4 Juli 2024 Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) genap berusia 10 tahun. Selama satu dekade, Unusida ikut menjamiyahkan pendidikan tinggi NU. Selama itu pula Unusida yang berangkat dari nol, meminjam istilah rektor Fatkul Anam, harus mengalami pasang surut untuk bisa survive.

Tahun 2018 atau jelang memasuki tahun kelima, merupakan masa-masa sulit. Dosen sempat tidak ‘gajian’ selama beberapa bulan, hingga mereka keluar masuk. Di saat itulah saya menjadi salah satu kader NU yang mendapatkan amanah menjadi pengurus Badan Pelaksana Penyelenggara (Dulu Badan Pelaksana Pengelola PTNU Unusida). Saya bersama pengurus lain diminta para Kyai mendampingi Ketua KH. Arly Fauzi melanjutkan kepengurusan antar waktu.

Hal yang dilakukan kala itu ialah menata sistem keuangan dan ketenagaan. “Gaji dosen harus segera dicairkan, bagaimanapun caranya”, menirukan statement ketua kala itu. “Maka, tidak mungkin mencairkan lha uangnya tidak ada”. Untuk menyemangati para pimpinan, ketua menjamin masalah keuangan. “Sudah pak rektor, jenengan tidak perlu mikir masalah keuangan. Jenengan fokus ke akademik saja. Urusan keuangan kami yang memikirkan, yang penting ikuti irama kami”, ujar ketua.

Untuk mengatasi masalah keuangan, salah satu langkah yang ditempuh adalah ‘menyekolahkan’ sertifikat tanah pribadi ketua untuk honor dosen dan tendik. Paling tidak untuk satu dua bulan. Karena tidak ada biaya operasional termasuk untuk konsumsi rapat, para pengurus BPP pun ‘patungan’ tiap bulan.

Seiring berjalannya waktu, Unusida semakin besar dan kuat. Selama periode kepengurusan Unusida menambah satu Fakultas dan dua Prodi. Saat ini ada kurang lebih 3000 mahasiswa. Akreditasi institusi Baik Sekali. Prestasi akademik dan non akademik baik nasional maupun internasional. Terbaru, Unusida meraih Gold Winner Anugerah Diktiristek 2023 kategori Pengabdian Kepada Masyarakat. Peringkat satu pendidikan tinggi NU badan perkumpulan atau peringkat empat dari sepuluh kampus terbaik PTNU versi Sinta Score 2024.

Begitu pula prestasi mahasiswa, Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) meraih prestasi tingkat Internasional. Kali ini Tim dari Fakultas Ilmu Komputer (Filkom) yang berhasil menyabet Gold Award atau medali emas dalam ajang E-NNOVATE Internasional Innovation & Invention Summit 2024 di Polandia Category Agriculture and Aquaculture. Prestasi ini melengkapi prestasi-prestasi sebelumnya. Di antaranya bidang non akademik 43 prestasi, bidang akademik 23 prestasi, 10 hibah penelitian dan kreativitas mahasiswa, serta 6 prestasi di tingkat internasional.

Tidak hanya itu, di bidang kelembagaan, Unusida telah memperoleh banyak capaian, seperti memperoleh hibah program kompetisi MBKM, hibah praktisi mengajar, kampus mengajar, magang dan studi independen bersertifikat, serta hibah asistensi mengajar MBKM mandiri. Pada 2021 lalu Unusida berada di ranking kemahasiswaan pada posisi 171 dari 4600 perguruan tinggi negeri dan swasta secara nasional.

Peran BPP: Strategi Bermain Layang-layang dan Manajemen Kepengasuhan Ala Pesantren

Meski diakui bukan yang terbaik, Unusida terus menjadi yang terbaik. Cara yang dilakukan adalah membangun soliditas antara pimpinan dengan badan pelaksana penyelenggara (BPP). Fungsi pengawasan, dan pengendalian dilakukan dengan menggunakan Strategi Bermain Layang-layang. Artinya, melepaskan sambil mengamati lalu ditarik benangnya jika kondisi diperlukan.

BPP memantau, menilai dan mengevaluasi kinerja rektor dan jajarannya. Dari persoalan akademik, ketenagaan, keuangan hingga sarana dan kemahasiswaan. Perkembangan perolehan mahasiswa baru misalnya, setiap pekan diminta laporan. Jika lalai, diingatkan. BPP juga mencoba mencarikan solusi jika terjadi persoalan yang sulit dipecahkan. Artinya, BPP tidak tinggal diam. Dalam hal kerjasama, selain ikhtiar yang dilakukan bidang kerja sama, BPP mencoba membuka komunikasi dengan pihak eksternal yang bisa diajak kerjasama.

Menjamiyahkan Pendidikan Tinggi NU

Tahun 2014 dan 2015 adalah tonggak sejarah reformasi pendidikan tinggi NU. Sebelumnya, jika ditanya mana perguruan tinggi NU, kita belum bisa menjawab kongkret. Sebab, perguruan tinggi NU selama itu masih bersifat afiliasi. Belum berbadan hukum perkumpulan. Unusida merupakan satu di antara 29 PTNU kategori perkumpulan. Artinya Unusida bukan sekadar anggota (‘jamaah’) di LPTNU tapi juga aset NU secara kepemilikan (jamiyah).

BPP Unusida merupakan perpanjangan tangan Pengurus Besar Nahdlarul Ulama (PBNU) melalui PCNU Sidoarjo dan PC Muslimat NU Sidoarjo selaku owner dan pendiri pada tingkat cabang NU. Maka tidak mudah mengkonsolidasikan dengan organ-organ NU secara sistemis. Diperlukan komunikasi yang baik dan memahami institusi masing-masing. PBNU maupun PWNU Jatim ‘wa bil khusus’ PCNU dan PC Muslimat juga tidak lepas memberikan perhatian penuh. Intinya jangan sampai ada permasalahan menyangkut segala hal.

Jika sedikit saja masalah tidak terselesaikan, yang menanggung beban tentu kampus. Bersyukur Unusida bisa mengurai simpul-simpul untuk menjadi benang yang kuat dan tali yang kokoh mengelilingi bola dunia sebagaimana lambang NU. Akhirnya, selama sepuluh Unusida sudah berperan dalam menjamiyahkan pendidikan tinggi NU. Selamat memperingati harlah Satu Dekade Unusida.

(Sumber: https://isnusidoarjo.org/)

TELADAN NABI MEMBANGUN NEGERI DAMAI

Perempuan Pesisir – Rainh De Jepara

Badruzzaman, Ketua Badan Kemaritiman PCNU Sidoarjo

Waktu di sekolah dasar, pernakah mendapat tugas menggambar pantai Dan lautan dengan nelayannya?

Biasanya (paling tidak saya sendiri) gambaran kehidupan nelayan kerap diasumsikan sebagai laki-laki, seakan-akan nelayan adalah pekerjaan yang dikhususkan untuk laki-laki saja. Padahal, kenyataannya tidak demikian.

Menurut FAO – Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, perempuan merupakan satu dari dua pekerja di sektor makanan laut di seluruh dunia. Perempuan mendominasi kegiatan pasca panen seperti pengolahan dan pemasaran ikan. Di Indonesia sendiri, 50 persen perempuan terlibat sebagai nelayan dan/atau pekerjaan di sektor perikanan lainnya.

Besar sekali, Kontribusi perempuan di sector perikanan bukan? Tapi labelling atau stereotype , “Nelayan” Ada lah laki laki.

Perempuan umumnya hanya dipandang sebagai istri nelayan, atau terlibat dalam kegiatan menangkap ikan sebagai bagian dari tugas rumah tangga mereka, tanpa dibayar.

Akibatnya, laki-laki cenderung terlibat dalam kegiatan rantai nilai kelas atas seperti penangkapan ikan, pengangkutan, distribusi dan perdagangan perantara, sementara perempuan memegang peran dalam rantai nilai kelas bawah, seperti penilaian, pemilahan, dan penjualan ikan di pasar.

Tanpa rekognisi atas status mereka sebagai “nelayan, pembudidaya, petani ” perempuan, tidak memiliki hak hukum dan kesulitan mendapatkan dukungan dari pemerintah.

Absennya pengakuan bagi perempuan sebagai salah satu pemain utama di sektor perikanan menciptakan kesenjangan bagi kaum perempuan dalam berpartisipasi dan mengakses peluang ekonomi.

Kegagalan untuk mengakui peran perempuan di “blue economy” Ato sektor perikanan ini tidak hanya menghalangi perempuan untuk mengakses atau memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat perlindungan sosial yang ditawarkan oleh pemerintah , tetapi juga menghambat kontribusi penting perempuan terkait ketahanan pangan dan mata pencaharian, pemulihan global dari krisis pasca pandemi covid ini, serta partisipasi perempuan dalam menjaga ekosistem kemaritiman itu sendiri.

Pengakuan Dan pelibatan perempuan dalam “blue economy – pemanfaatan sumber daya laut yang berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian sekaligus pelestarian ekosistem laut” Adalah “rekognisi” Dimana 1. Perempuan adalah actor utama nya, 2. Kontribusi partisipasi perempuan mempercepat pengentasan kemiskinan, 3. Partisipasi perempuan meningkatkan kapasitas pengelolaan ekosistem kemaritiman yg berkelanjutan.

Selamat Hari Kartini!!!

Di jepara, 3 abad sebelum Kartini lahir, Ada sosok perempuan hebat, yang “viral” disebut dengan nama ratu kalinyamat.

Pada buku Suma Oriental yang ditulis oleh penulis asal Portugis, Tome Pires, dijelaskan jika Jepara baru dikenal pada abad ke-15 atau sekitar 1470 masehi.

Jepara dikenal sebagai kawasan bandar perdagangan kecil di bawah pemeritahan Kerajaan Demak yang dihuni sekitar 100 orang dan dipimpin Aryo Timur.

Ratu Kalinyamat dinobatkan menduduki puncak tahta pada 10 April 1549, bertepatan dengan candra sengkala Trus (Karya Titaning Bumi).

Ratu Kalinyamat merupakan keturunan Brawijaya V, raja terakhir Majapahit dari Raden Patah (Raja Demak pertama). Ayahnya sang Sultan Trenggana, adalah anak dari Raden Patah yang juga Sultan Demak III (1505-1521).

Di masa Ratu Kalinyamat, Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan mashur. Bahkan, Ratu Kalinyamat berhasil membangun kedaulatan keamanan dan mampu membangun aliansi strategis untuk mengatasi ancaman kolonial. Supremasi peradaban maritim pasca majapahit diwujudkan oleh nya.

Sejarah mencatat, pada tahun 1550 Kalinyamat mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 kapal memenuhi permintaan Sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu. Kalinyamat tak pernah jera meski serangan pertama itu belum mampu mengusir Portugis dari bumi Nusantara.

Pada tahun 1565 ia kembali mengirim pasukannya, memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.

Kendati dua kali mengalami kekalahan, Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti “Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani”.

Selamat hari Kartini!!!

Membaca dari Jepara kita wujudkan ” Poros maritim Dunia”,

* disarikan dari berbagai sumber.

Ibu Milenial Ibu Pembelajar

Ana Christanti, M.Pd. – Ketua Program Studi (Kaprodi) Pendidikan Bahasa Inggris

“Wanita hebat lahir di bulan Desember”, kalimat itu pernah saya baca di promosi online sebuah produk kaos untuk perempuan. Bagi perempuan yang lahir di bulan lain mungkin akan mencibir karena menganggap kalimat itu “lebay”. Tapi kalimat tersebut bisa bisa bermakna lain apabila diasosiasikan dengan sejarah kongres perempuan pertama yang diadakan pada tanggal 22-25 Desember 1928 yang menjadi tonggak sejarah bangkitnya para ibu Indonesia dalam membangun bangsa. Jadi bulan Desember identik dengan perempuan hebat karena sejak peristiwa kongres itu peran seorang ibu dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara selalu diingatkan kembali dalam peringatan Hari Ibu Nasional.

Di tahun ini, tema Hari Ibu Nasional adalah “Perempuan Berdaya, Indonesia Tangguh”. Perempuan berdaya adalah perempuan yang memiliki kekuatan dan tangguh untuk melakukan hal-hal positif. Seorang ibu adalah stabilisator keluarga yang dengan kasih sayang dan tutur kata baik dapat melembutkan hati anak-anaknya. Namun adakalanya seorang ibu juga mampu menjadi seorang yang kuat untuk membantu menopang ekonomi keluarganya. Peringatan hari ibu adalah bentuk penghargaan bagi semua perempuan Indonesia yang sudah berkarya untuk keluarga dan bangsa.

Sebagai sosok yang sangat berperan bagi kelangsungan hidup umat manusia, ibu, menurut umat muslim, mempunyai derajat tiga kali diatas eksistensi seorang ayah. Sosok ibu terkadang mampu menggantikan peran ayah tapi sulit tergantikan oleh sang ayah. Ibu adalah sentral dari pondasi dasar sebuah keluarga yang merupakan awal dari kehidupan generasi selanjutnya. Sehingga, di masa milenial ini, seorang ibu mesti punya bekal dan harus lebih siap dibandingkan anak-anaknya supaya mampu menuntut mereka melewati masanya.

Ibu – ibu jaman now mempunyai tantangan yang berat dalam melaksanakan perannya. Perubahan jaman dan pergeseran nilai budaya menuntut seorang ibu lebih cerdas mencermati perkembangan anak-anaknya. Pola asuh otoriter yang sering diterapkan ibu jaman dulu sudah tidak bisa menjadi satu-satunya cara di masa kini. Ibu, sebagai guru pertama bagi anak, harus dapat menerapkan pola asuh sesuai dengan situasi dan kondisi perilaku anak. Disinilah seorang ibu dituntut untuk menjadi pintar dalam mendidik anak.

Kebutuhan pendidikan anak di era milenial menuntut seorang ibu untuk mempunyai ilmu. Anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena nanti tempatnya juga di dapur dan momong anak sudah tidak berlaku lagi. Membesarkan anak-anak tidak cukup hanya menemani, tapi juga butuh ilmu untuk mendidik dan mengarahkan mereka menjadi generasi berkualitas. Rendahnya pengetahuan seorang ibu dapat menyebabkan permasalahan bagi anak, baik masalah kesehatan maupun pendidikannya.

Seorang perempuan yang pintar tidak hanya ditentukan oleh jenjang pendidikan saja, tapi lebih kepada semangat untuk selalu belajar dan mengembangkan diri sesuai keahliannya. Seorang ibu diharapkan memiliki beberapa kriteria ideal seperti mempunyai pengetahuan agama yang kuat dan memadai untuk diajarkan kepada anak-anaknya, memiliki konsep diri yang utuh, bertanggung jawab, bijak tentang media, dan pembelajar yang tiada henti. Perempuan Indonesia harus menjadi ibu yang dapat diandalkan oleh anak-anaknya.

Kemudahan mendapatkan informasi di abad ini dapat dimanfaatkan oleh para ibu untuk terus mengasah kemampuan diri. Jangan ada lagi kata-kata “Aku gak faham pelajaran anak sekarang”, “Ibu gak bisa membantu mengerjakan PR”, atau “Aduuh, ibu gak ngerti soal itu, nak”. Ketika anak datang untuk meminta bantuan ibunya, di saat itulah seorang ibu harus menunjukkan bahwa dia bisa diandalkan. Tidak ada kata susah apabila ibu-ibu mau meluangkan waktu untuk menggali informasi dari berbagai sumber di internet. Jangan kecewakan anak dengan kata “tidak bisa” karena itu akan melemahkan semangat mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Ajaklah anak untuk berjuang bersama dan bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas sekolah supaya tercipta bounding attachment antara ibu dan anak. Jadikan anak-anak bangga mempunyai ibu seorang “superhero” bagi mereka.

Peran ibu juga jangan sampai dikalahkan oleh benda kotak pipih bernama Gadget. Ibu harus bisa mengendalikan anak-anaknya dalam menggunakan teknologi informasi. Peran ibu sebagai pelindung anak-anaknya tetap melekat dari jaman ke jaman. Ibu milenial memang tidak boleh buta akan teknologi supaya bisa dekat dengan hati sang anak, tetapi juga perlu mencari strategi komunikasi dengan anak yang hari-harinya tidak lepas dari gadget. Disinilah kombinasi pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif perlu diterapkan sesuai kebutuhan pendidikan anak. Pada saat harus mendisiplinkan anak, pola otoriter masih diperlukan. Sedangkan untuk mendekati sang anak, pola demokratis dan permisif dapat dikombinasikan supaya tidak ada jarak antara ibu dan anak. Keterbukaan komunikasi akan meminimalisir permasalahan kenakalan pada anak-anak dan remaja.

Ibu milenial yang sibuk bekerja diluar rumah akan mempunyai tantangan lebih besar dalam memainkan perannya. Ketika tanggung jawab menjaga dan mengurus anak dilimpahkan kepada orang lain, ibu harus dapat mengganti dengan quality time lainnya supaya ikatan kasih sayang ibu dan anak tidak hilang karena kesibukan diluar rumah. Dibutuhkan usaha yang lebih keras dan strategi yang cerdas bagi ibu-ibu karir untuk mendampingi tumbuh kembang ananda. Disini kecerdasan seorang ibu sangat dibutuhkan untuk mengatur ritme pengasuhan anak.

Tidak bisa disangkal lagi bahwa perempuan harus pintar atau punya pengetahuan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Dari seorang ibu yang pintar akan lahir generasi penerus bangsa yang berkualitas. Untuk itu perempuan berdaya perlu terus diupayakan untuk memajukan generasi bangsa Indonesia. Karena ada ungkapan yang menyatakan bahwa “jika ingin membangun sebuah bangsa, maka didik kaum perempuannya. Dan sebaliknya, jika ingin menghancurkan sebuah bangsa, maka rusak pola pendidikan dan metal perempuan yang akan menjadi ibu-ibu bangsa tersebut.” Selamat Hari Ibu Nasional, ayo menjadi ibu-ibu pembelajar!

Selamat Hari Santri dan Mahasantri

Shinta Novitasari

Mendapati makna Hari Santri tahun ini yakni Santri Siaga Jiwa Raga sempat terbesit kebingungan dalam pikiran. Pasalnya, tema itu lebih cocok digunakan untuk suasana atau kondisi peperangan atau kegentingan.

Namun, usai membaca makna sebenarnya yang dilansir dari berbagai pemberitaan ternyata tidak seperti yang saya perkirakan. Ada makna mendalam yang disematkan kepada santri dari tema tersebut.

Dari prespektif perguruan tinggi NU yang mahasiswanya dianalogikan sebagai mahasantri diperlukan penegasan paradigma, karena mahasantri dituntut tidak hanya akhlak mulia tetapi juga ada tuntutan berfikir ilmiah, logis, dan mengedepankan proses pembuktian yang masuk akal berupa riset.

Mahasantri dari pondok pesantren salaf yang belum sempat melakukan penelitian, butuh effort serius karena sebelumnya sumber keilmuan terpusat dari guru, ustad, dan kiai. Beda dengan pesantren modern atau salaf modern yang memiliki program karya ilmiah yang terstandar nasional dan internasional.

Jika Siaga Jiwa dimaknai dengan kesiapan secara akhlak, maka mahasantri menitikberatkan akhlak mengahadapi globalisasi. Siaga Raga pun sama, pemikiran dan tindakan dapat berkolaborasi bahkan siap bersaing dengan para globalis, sekuleris, kapitalis, dan kaum-kaum lain yang bertentangan dengan kultur santri.

Embel-embel Santri menjadi landasan jiwa dan raga dalam menyikapi mereka. Pasalnya, negeri ini terbentuk dari kultur dan jiwa raga para santri yang mendedikasikan diri tanpa pujian atau pengakuan.

Santri dan Mahasantri saat ini fokus menyongsong 1 abad NU. Karena itu ada program bagi Mahasantri untuk  menempuh pendidikan hingga Strata 3. Tak sedikit pula yang menempuh pendidikan di luar negeri dengan berbagai macam kompetensi dengan standarisasi global.

Hari Santri dengan berbagai macam tema menjadi moment untuk mendorong dan menyemangati santri dan mahasantri berkiprah dalam berbagai hal. Ada ungkapan dari Lesbumi NU Sidoarjo yakni Mewarnai Dakwah Islam Nusantara yang berarti ada banyak warna dalam menerapkan Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah di Nusantara.

Warna-warna itu merupakan potensi dan kompetensi yang juga jadi strategi mempertahankan bahkan mengembalikan kultur yang sempat terdisrupsi. Kultur yang semakin terancam menuju keterhapusan oleh perkembangan zaman dan teknologi.

Dalam teori siklus yang dilansir dari buku Pengantar Ringkas Sosiologi (2020) karya Elly M. Setiadi yang menggambarkan bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang sedang berputar. Artinya, perputaran zaman tak dapat dielakkan.

Jika masyarakat mampu merespon tantangan kehidupan dan mampu menyesuaikan diri maka masyarakat itu mengalami perkembangan dan kemajuan. Dan bisa juga sebaliknya.

Para santri telah mengalami berbagai macam pergolakan. Pra perjuangan, proses perjuangan, dan pasca perjuangan yang dilewati dengan selalu menjaga karakter dan jati diri santri.

Saat ini, santri tak cukup dilabeli dengan nama Santri saja. Pasalnya, mereka bertransformasi dan meng-upgrade dirinya dengan label mahasantri, karena memiliki kemampuan lebih dari kemampuan santri biasa. Dengan mulai berkultur riset yang mengarah pada kemandirian ekonomi dengan nama riset preneur namun tetap memiliki spirit religius.

Selamat Hari Santri dan Mahasantri

Shinta Novitasari

Mendapati makna Hari Santri tahun ini yakni Santri Siaga Jiwa Raga sempat terbesit kebingungan dalam pikiran. Pasalnya, tema itu lebih cocok digunakan untuk suasana atau kondisi peperangan atau kegentingan.

Namun, usai membaca makna sebenarnya yang dilansir dari berbagai pemberitaan ternyata tidak seperti yang saya perkirakan. Ada makna mendalam yang disematkan kepada santri dari tema tersebut.

Dari prespektif perguruan tinggi NU yang mahasiswanya dianalogikan sebagai mahasantri diperlukan penegasan paradigma, karena mahasantri dituntut tidak hanya akhlak mulia tetapi juga ada tuntutan berfikir ilmiah, logis, dan mengedepankan proses pembuktian yang masuk akal berupa riset.

Mahasantri dari pondok pesantren salaf yang belum sempat melakukan penelitian, butuh effort serius karena sebelumnya sumber keilmuan terpusat dari guru, ustad, dan kiai. Beda dengan pesantren modern atau salaf modern yang memiliki program karya ilmiah yang terstandar nasional dan internasional.

Jika Siaga Jiwa dimaknai dengan kesiapan secara akhlak, maka mahasantri menitikberatkan akhlak mengahadapi globalisasi. Siaga Raga pun sama, pemikiran dan tindakan dapat berkolaborasi bahkan siap bersaing dengan para globalis, sekuleris, kapitalis, dan kaum-kaum lain yang bertentangan dengan kultur santri.

Embel-embel Santri menjadi landasan jiwa dan raga dalam menyikapi mereka. Pasalnya, negeri ini terbentuk dari kultur dan jiwa raga para santri yang mendedikasikan diri tanpa pujian atau pengakuan.

Santri dan Mahasantri saat ini fokus menyongsong 1 abad NU. Karena itu ada program bagi Mahasantri untuk  menempuh pendidikan hingga Strata 3. Tak sedikit pula yang menempuh pendidikan di luar negeri dengan berbagai macam kompetensi dengan standarisasi global.

Hari Santri dengan berbagai macam tema menjadi moment untuk mendorong dan menyemangati santri dan mahasantri berkiprah dalam berbagai hal. Ada ungkapan dari Lesbumi NU Sidoarjo yakni Mewarnai Dakwah Islam Nusantara yang berarti ada banyak warna dalam menerapkan Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah di Nusantara.

Warna-warna itu merupakan potensi dan kompetensi yang juga jadi strategi mempertahankan bahkan mengembalikan kultur yang sempat terdisrupsi. Kultur yang semakin terancam menuju keterhapusan oleh perkembangan zaman dan teknologi.

Dalam teori siklus yang dilansir dari buku Pengantar Ringkas Sosiologi (2020) karya Elly M. Setiadi yang menggambarkan bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang sedang berputar. Artinya, perputaran zaman tak dapat dielakkan.

Jika masyarakat mampu merespon tantangan kehidupan dan mampu menyesuaikan diri maka masyarakat itu mengalami perkembangan dan kemajuan. Dan bisa juga sebaliknya.

Para santri telah mengalami berbagai macam pergolakan. Pra perjuangan, proses perjuangan, dan pasca perjuangan yang dilewati dengan selalu menjaga karakter dan jati diri santri.

Saat ini, santri tak cukup dilabeli dengan nama Santri saja. Pasalnya, mereka bertransformasi dan meng-upgrade dirinya dengan label mahasantri, karena memiliki kemampuan lebih dari kemampuan santri biasa. Dengan mulai berkultur riset yang mengarah pada kemandirian ekonomi dengan nama riset preneur namun tetap memiliki spirit religius.

Komunitas Dorong Keinginan Berkuliah

Mega Firdaus

Pendidikan tinggi berperan untuk mengakselerasi kualitas kehidupan negara, bangsa, dan masyarakat. Institusi pendidikan tinggi menjalankan misi Tridharma Pendidikan Tinggi yang meliputi penelitian, pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat untuk mencapai tujuan pendidikan. Eksistensi pendidikan tinggi diharapkan dapat mengembangkan potensi mahasiswa menjadi manusia yang berilmu, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Propinsi Jawa Timur memberikan kontribusi signifikan pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yaitu 14,92% dari PDB Nasional. Tetapi propinsi Jawa Timur menghadapi permasalahan dalam bidang pendidikan. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan bahwa ada masalah rendahnya jumlah peserta didik Jawa Timur yang meneruskan studi dari strata menengah atas ke strata pendidikan tinggi.

Hanya sekitar 20 persen lulusan SMK dan 32,3 persen lulusan SMA yang meneruskan studi ke jenjang pendidikan tinggi. Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi di Jawa Timur pada tahun 2020 sebesar 29,52 persen.

Rendahnya APK pendidikan tinggi di Propinsi Jawa Timur berimplikasi merugikan daerah dan kerugian secara nasional. Karena berimplikasi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Jawa Timur yang berada pada peringkat ke-15 dari 32 propinsi di Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, program, dan fasilitas untuk meningkatkan APK pendidikan tinggi di nusantara termasuk di Provinsi Jawa Timur. Namun, upaya pemerintah tersebut dianggap kurang berhasil dalam meningkatkan APK perguruan tinggi.

Siswa Indonesia Ayo Pergi Kuliah atau disingkat dengan SIAP KULIAH merupakan gerakan perubahan sosial berbasis komunitas untuk mentransformasikan pola pikir peserta didik dan lingkungan di Provinsi Jawa Timur agar berkemauan dan tergerak untuk kuliah. SIAP KULIAH menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA) untuk mengidentifikasi apa saja penyebab utama kasus siswa SMA sederajat tidak melanjutkan studi ke pendidikan tinggi.

Hasil studi literature memperlihatkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa tidak melanjutkan edukasi ke jenjang pendidikan tinggi yaitu faktor ekonomi, lingkungan, keinginan langsung bekerja, dan pandangan negatif bagi lulusan perguruan tinggi.

SIAP Kuliah menerapkan dua teknik NLP yaitu teknik afirmasi diri dan teknik visualisasi diri. SIAP Kuliah juga bekerjasama dengan berbagai elemen mitra menggunakan konsep Pentahelix Stakeholder.

Gerakan perubahan sosial berbasis komunitas itu bertujuan untuk mentransformasi pola pikir siswa di Propinsi Jawa Timur agar berkemauan untuk kuliah. Sehingga, tujuan pendidikan untuk memajukan dan mensejahterahkan bangsa Indonesia dapat tercapai.

Gerakan tersebut dirasa mudah dilakukan karena menjangkau masyarakat komunitas yang terbatas jumlah dan luasnya. Selain itu terbuka untuk memberi penjelasan secara interpersonal tentang manfaat dan peluang lulusan perguruan tinggi.

Penulis adalah peraih Terbaik Jawa Timur Pilmapres 2021

Mahasiswa UNU Mewarisi Keilmuan Pendiri Bangsa

Oleh A. Mun’im DZ (Wasekjen PBNU)

Unusida tidak hanya berdiri sebagai kampus, tetapi juga sebagai wujud dan bukti NU yang tidak hanya bisa bertahan tetapi juga bisa berkembang. Jika menoleh pada sejarah, hingga kini NU telah membuktikan diri bertahan dari perubahan dan tekanan zaman.

Sebelum kemerdekaan, NU telah berhadapan dengan penjajah dan telah terbukti tanpa pamrih berbakti untuk negeri. Setelah kemerdekaan, NU juga berhadapan dengan kelompok Islam eksklusif yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam.

Tak cukup itu saja, pemberontakan PKI juga menjadi bagian dari perjuangan NU yang telah merenggut nyawa tak hanya warga, santri, bahkan kiai yang juga menjadi sasaran penumpasan. Di tambah lagi saat Orde Baru berkuasa yang tak memberi ruang dan kesempatan NU berkiprah dan berkarya apalagi terlibat dalam pembuatan atau pembahasan kebijakan.

Namun, Orde Baru memberi pelajaran berharga bagi NU tentang cara berkhitmat, berhitung, dan memanfaatkan momentum jika nantinya mendapatkan kesempatan. Terbukti setelah memasuki Orde Reformasi NU menampakkan diri dengan kedikdayaannya, salah satu contoh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menduduki kursi pimpinan tertinggi NKRI.

Meski tak berlangsung lama, Gus Dur telah menginspirasi banyak orang, terutama generasi NU, bahwa Nahdliyin diakui tak hanya oleh masyarakat nasional tetapi juga masyarakat dunia. Mulai dari pemikiran, hingga standarisasi kehidupan berbangsa dan bernegara -tak terkecuali berpolitik.

Reformasi juga memberikan kesempatan NU berkiprah di tingkat internasional dengan pemikiran rahmatan lil alamin-nya. Hingga hari ini lebih dari 60 negara merasakan kehadiran NU melalui Pengurus Cabang Istimewa.

Tak terkecuali di negara-negara konflik seperti Afganistan, yang kini dikuasai oleh Taliban. Hubungan dengan Taliban dimulai saat pembebasan 21 warga negara Korea Selatan yang disandra waktu itu.

Di antara kebuntuhan negara-negara termasuk PBB membebaskan tawanan itu, NU hadir bernegoisasi, dan berdiskusi tentang membangun sebuah negara dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Alhasil, hal itupun diterima dan berhasil membebaskan para tawanan.

Tak cukup itu saja, kerja sama keilmuan juga dijalin demi mencetak kader-kader yang tak hanya militan keilmuan tetapi juga militan menjaga tradisi dan warisan para pendahulu. Seperti Komite Hijaz berjuang mempertahankan situs penting Islam yang hingga saat ini bisa dinikmati oleh umat seluruh dunia.

Masuk di Universitas NU para mahasiswa akan mendapatkan kesempatan mencari ilmu, mendapatkan keberkahan, bisa melanjutkan perjuangan para pendahulu yang sudah diakui secara nasional, internasional, hingga di kehidupan akhirat kelak bertemu Sang Maestro Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW.

Semoga Unusida dilimpahkan keberkahan dalam mengantarkan anak-anak menjemput masa depan kebermanfaatan umat dan masyarakat.